MAKALAH
Akhlak Sosial
Diajukan Untuk
Memenuhi Salah Satu Tugas Pada Mata Kuliah
Agama
Islam Kemuhammadiyahan 2
Dosen
Pengampu : Iswati, M.Pd.I
/ Drs. Sarbini, M.Ag
Oleh
:
Rico
Reynando Bandarsyah
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
TAHUN AJARAN 2017
Kata Pengantar
Puji
syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wata΄ala, karena berkat
rahmat-Nya kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Akhlak Dalam Kehidupan Sosial”. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata
kuliah Al Islam 2.
Kami
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga
makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami
harapkan demi sempurnanya makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Metro,
22
Mei 2017
kelompok 9
kelompok 9
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................
i
DAFTAR ISI..................................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan...................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pandangan Islam tentang kehidupan sosial.............................................................
3
B. Masyarakat
damba’an Islam................................................................................... 5
C.
Toleransi inter dan antar umat beragama................................................................. 7
D. Prinsip dalam mewujudkan
kesejahtraan sosial..................................................... 10
E. Pandangan Islam terhadap
Kemiskinan, Kebodohan, Pengangguran.................. 11
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan...........................................................................................................
15
B. Saran...................................................................................................................... 15
DAFTAR KEPUSTAKAAN..................................................................................... 16
BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam persoalan Akhlak, manusia sebagai makhluk berakhlak berkewajiban
menunaikan dan menjaga akhlak yang baik serta menjauhi dan meninggalkan akhlak
yang buruk. Akhlak merupakan dimensi nilai dari Syariat Islam. Kualitas
keberagaman justru ditentukan oleh nilai akhlak. Jika syariat berbicara tentang
syarat rukun, sah atau tidak sah, maka akhlak menekankan pada kualitas dari
perbuatan, misalnya beramal dilihat dari keikhlasannya, shalat dilihat dari
kekhusu’annya, berjuang dilihat dari kesabarannya, haji dari kemabrurannya, ilmu
dilihat dari konsistensinya dengan perbuatan, harta dilihat dari aspek mana
dari mana dan untuk apa, jabatan dilihat dari ukuran apa yang telah diberikan,
bukan apa yang diterima.
Dengan demikian, dikarenakan akhlak merupakan dimensi nilai
dari Syariat Islam, maka Islam sebagai agama yang bisa dilihat dari berbagai
dimensi, sebagai keyakinan, sebagai ajaran dan sebagai aturan. Agama Islam
sebagai aturan atau sebagai hukum dimaksud untuk mengatur tata kehidupan
manusia. Sebagai aturan, agama atau sebagai hukum dimaksud untuk mengatur tata
kehidupan manusia. Sebagai aturan, agama berisi perintah dan larangan, ada
perintah keras (wajib) dan larangn keras (haram), ada juga perintah anjuran
(sunat) dan larangan anjuran (makruh).
Dalam kehidupan bertetangga, bermasyarakat, berbangsa maupun
bernegara kita sebagai umat yang senantiasa bersosialisasi, berinteraksi dengan
yang lainnya, khususnya umat muslim, sudah sepantasnya kita menmpilkan akhlak
mulia yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw dan para sahabat beliau yang
diridloi oleh Allah swt. Berperilaku/berakhlak mulia di dalam bertetangga
sangat perlu untuk direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagai sesama umat yang seakidah kita perlu menjaga
keharmonisan persaudaraan yang didasarkan atas kesamaan di dalam berkeyakinan.
Islam mengajarkan agar kita selalu menampilkan kemuliaan akhlak dalam tetangga.
Di samping itu kita juga harus menampilkan akhlak yang mulia di dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Pandangan
Islam tentang kehidupan sosial ?
2. Masyarakat
dambaan Islam ?
3. Toleransi
inter dan antar umat beragama ?
4. Prinsip dalam mewujudkan kesejahtraan sosial ?
5. Pandangan
Islam terhadap Kemiskinan, Kebodohan, Pengangguran ?
C. TUJUAN
1. Untuk
Mengetahui Pandangan Islam tentang kehidupan sosial.
2. Untuk
Mengetahui Masyarakat dambaan Islam.
3. Untuk
Mengetahui Toleransi inter dan antar umat beragama.
4. Untuk
Mengetahui
Prinsip dalam mewujudkan kesejahtraan sosial.
5. Untuk
Mengetahui Pandangan Islam terhadap Kemiskinan,
Kebodohan, Pengangguran.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pandangan Islam Tentang Kehidupan Sosial
Menurut pandangan Islam manusia
secara etimologi disebut juga insan yang dalam bahasa arabnya, berasal dari
akar kata nasiya yang berarti lupa. Dan jika dilihat dari akar kata al-uns
maka kata insan berarti jinak. Dari kedua akar kata tersebut kata insan dipakai
untuk menyebut manusia, karena manusia memiliki sifat lupa dan jinak, dalam
arti manusia selalu menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru
disekitarnya. Keberadaan manusia sangat nyata sekali berbeda dengan
makhluk yang lainnya. Seperti dalam kenyataannya manusia adalah makhluk yang
berjalan di atas dua kaki dan memiliki kemampuan untuk berfikir. Sedangkan
berfikir itu sendiri merupakan sifat dasar dari manusia yang menentukan hakekat
manusia itu sendiri dan mebedakannya dengan makhluk lainnya.
Manusia juga memiliki karya yang dihasilkannya
sehingga berbeda dengan makhluk yang lain. Hasil karya manusia itu dapat
dilihat dalam setting sejarah dan setting psikologis, geografis, situasi
emosional dan intelektual yang melatarbelakangi hasil karyanya. Dari hasil
karya yang dibuat manusia tersebut, menjadikan ia sebagai makhluk yang
menciptakan sejarah.
Yang menjadi pertanyaan adalah
bagaimana manusia dalam kehidupan sosial? Sebelum menguraikan masalah manusia
dalam kehidupan sosial, perlu di uraikan apa yang dimaksud dengan
sosial dan kehidupan sosial. Para ahli mendefinisikan sosial sebagai sebuah
ungkapan yang nampaknya masih terdapat beberapa sudut pandang yang berbeda
sehingga mereka mendefinisikan sosial belum ada satu kata sepakat. Berikut beberapa
pengertian menurut para ahli:
“Sosial adalah sifat dasar dari
setiap individu” (Philip Wexler). “Sosial
adalah lebih dari sekedar jumlah manusia secara individu karena mereka terlibat
dalam berbagai kegiatan bersama” (Paul
Ernes). “Sosial adalah cara tentang
bagaimana para individu saling berhubungan” (Enda M.C.). “Sosial adalah sebuah inti dari bagaimana para
individu berhubungan walaupun masih juga diperdebatkan tentang pola berhubungan
para individu tersebut” (Engine
Fahri). Dari beberapa pendapat tentang pengertian sosial menurut para ahli
sebagaimana tersebut, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa sosial adalah
“Hubungan individu dalam sebuah komunikas dan bagaimana cara mereka menjalin
hubungan antar sesama dalam berbagai kegiatan bersama dan hubungan ini
merupakan inti dari sebuah interaksi di antara mereka di lingkungan
masing-masing dan tidak terikat oleh sebuah pola tertentu”.
Karena sosial
merupakan cara manusia berhubungan dengan sesama dalam berbagai kegiatan, maka
seiring dengan perkembangan budaya manusia, sifat sosial juga mengalami
perkembangan seiring dengan perkembangan pranata-pranata yang timbul
berdasarkan tujuan atau kegiatan yang telah disepakati bersama oleh mereka.
Menurut Koentjarainingrat, dalam kehidupan masyarakat, banyak sekali terdapat
pranata-pranata
sosial. Keanekaragaman pranata-pranata sosial
tersebut berbeda-beda antara orang satu dengan yang lainnya dalam sebuah komunitas. Menurutnya, ada delapan macam pranata sosial, yaitu sebagai berikut:
1. Pranata sosial yang bertujuan
memenuhi kebutuhan kehidupan kekerabatan, misalnya keluarg
2. Pranata sosial yang bertujuan memenuhi kebutuhan manusia
untuk matapencaharian, misalnya pertanian
3. Pranata sosial yang bertujuan
memenuhi kebutuhan pendidikan, misalnya SD, SMP.
4. Pranata
sosial yang bertujuan memenuhi kebutuhan ilmiah manusia, misalnya i1mu
pengetahuan.
5. Pranata sosial yang bertujuan
memenuhi kebutuhan rohanil batiniah dalammenyatakan rasa keindahan dan
rekreasi, misalnya seni rupa, seni lukis.
6. Pranata sosial yang bertujuan memenuhi kebutuhan manusia
untuk berhubungan dengan Tuhan atau alam gaib, misalnya masjid, gereja,
pura,wihara.
7. Pranata
sosial yangbertujuan memenuhikebutuhan untuk mengatur kehidupan
berkelompk-kelompok/bernegara, misalnya pemerintahan, partai politik.
8. Pranata sosial yang bertujuan
mengurus kebutuhan jasmani rnanusia, misalnyapemeliharaan kesehatan dan
kecantikan.
Dalam kehidupan kita sebagai manusia sekaligus anggota masyarakat istilah sosial selalu dikaitkan dengan hal-hal
yang berhubungan dengan manusia dalam hubungannya dengan manusia lainnya dan laingkungannya, seperti kehidupan kaum miskin di
kota, kehidupan kaum berada, kehidupan nelayan dan seterusnya. Dalam Islam diartikan sebagai suatu sifat yang mengarah pada rasa
empati terhadap kehidupan antar sesama manusia
sehingga memunculkan sifat tolong menolong, membantu dari yang kuat terhadap
yang lemah, mengalah terhadap orang lain, sehingga sering dikatakan bahwa seseorang dikatan sebagai orang atau manusia mempunyai jiwa sosial yang tinggi.
Pada dunia pendidikanpun istilah sosial dipakai untuk menyebut salah satu
jurusan yang harus dipilih ketika memasuki jenjang sekolah menengah atas atau
pilihan ketika memasuki perguruan tinggi, dan jurusan tersebut adalah jurusan
yang berkaitan dengan segala aktivitas yang berkenaan dengan tindakan hubungan
antar manusia.
Lebih dari itu,
manusia dalam kehidupan sosialnya menggunakan akal budi sebagai suatu sistem
nilai yang berlaku dalam kurun waktu tertentu. Hidup berbudaya tersebut
meliputi filsafat, aktifitas dan artefak yang meliputi segala aspek kehidupan
manusia itu sendiri, seperti pandangan hidup, politik, teknologi, komunikasi,
ekonomi, sosial, budaya, keamanan dan lain-lain. Pada diri manusia sejak dilahirkan juga sudah memiliki hasrat/bakat/naluri yang kuat untuk
berhubungan atau hidup di tengah-tengah manusia lainnya. Manusia berperan
sebagai mahluk individu dan mahluk sosial yang dapat dibedakan melalui hak dan
kewajibannya. Namun keduanya tidak dapat dipisahkan karena manusia merupakan bagian dari masyarakat.
B. Masyarakat Dambaan Islam
Manusia sebagai individu dengan
masyarakatnya terjalin dalam keselarasan, keserasian, dan keseimbangan. Oleh
karena itu harkat dan martabat setiap individu diakui secara penuh dalam
mencapai kebahagiaan bersama.
Masyarakat dengan semangat Islam
membentuk tatanan-tatanan yang bersumber dari hukum yang dibawa oleh Nabi
Muhammad saw. Tatanan-tatanan tersebut minimal bersendikan :
-
Tauhidullah
-
Ukhuwah Islamiyyah
-
Persamaan dan kesetiakawanan
-
Musyawarah dan Tasamuh
-
Jihad dan amal shaleh
-
Istiqamah
Tauhidullah
Tauhidullah
artinya setiap individu yang merasa
menjadi anggota masyarakat Islam semestinya mendasarkan hidupnya pada
perinsip tauhid – mengesakan Allah – Dan tercermin dalam seluruh segi
kehidupannya. Katauhidan itu nampak pada
- IbAdah dan do’a, yaitu tidak adayang patut disembah dan tidak ada yang patut dimintai pertolongan kecuali Allah - Al Fatihah 5.
- Tauhid dalam mencari nafkah dan berekonomi, yaitu keyakinan tidak ada Zat yang memberi rizki dan pemilik mutlak dari seluruh alam semesta kecuali Allah – Al Baqarah 204, An Nur 33
- Tauhid dalam kegiatan dakwah dan pendidikan, yaitu keyakinan tidak adak ada zat yang dapat memberi petunjuk kecuali Allah. – Al Qasas 56, An Nahl 37 .
- Kegiatan berpolitik, yaitu suatu keyakinan tidak ada penguasa yang paling mutlak dan maha adil kecuali Allah, juga kekuasaan dan kemulyaan yang diperoleh semata-mata hanya datang dari Allah. Ali Imran 26, Yunus 65.
- Pelaksanaan hukum, yaitu keyakinan bahwa hukum yang mutlak benar dan adil adalah hukum yang datang dari Allah’ –Yusuf 40 dan 67
- Sikap hidup secara keseluruhan, termasuk ucapan-ucapan sebagai ungkapan hati dalam menerima peristiwa sehari-hari. Tidak ada yang patut ditakuti kecuali Allah –At Taubah l8,Al Baqarah 150-,Tidak ada yang patut dicintai secara mutlak kecuali Allah – At Taubah. 24- ,Tidak ada yang dapat menghilangkan kemadharatan dan tidak ada yang dapat memberikan karunia kecuali Allah ,- Yunus 107, Ali Imran73-, Bahkan tidak ada yang dapat menghilangkan nyawa kecuali Allah – Ali Imran 145-.
- Seorang anggota masyarakat Islam, akan senantiasa mengihlaskan seluruh hidupnya untuk beribadah kepadaNya serta tetap menjaga kesucian amaliahnya baik lahir maupun bathin. – Al An’am 162-163, Al Bayyinah 5-.
Ukhuwah Islamiyyah
Dengan sendi Tauhidullah,
anggota-anggota masyarakat Islam berpandanganhidup yang sama, sehingga
terjelmalah pertautan hati satu sama lain yang melahirkan ikatan persaudaraan
di atas budi pekerti – akhlak – yang mulia. Terkikis penyakit egoisme,
individualisme serta meterialisme yang hanya mementingkan diri sendiri, Firman
Allah menegaskan dalam Al Qur’an : “ Sesungguhnya orang-orang mukmin itu
bersaudara “. – Al Hujurat 10 -. “ Dan Allah mepersatupadukan di antara hati
mereka, yang andai kata engkau belanjakan seluruh isi bumi tidaklah engkau
mampu mempersatukan di antara mereka. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa dan Maha
Bijaksana “ – Al Anfal 63-
Lebih jauh Islam mengajarkan,
berbeda bangsa, berbeda kulit, berbeda bahasa dan berbeda budaya diupayakan
untuk saling mengenal dan memperkaya batin masing-masing. Ibadah-ibadah khusus
dalam Islam, bila kita simak secara teliti ternyata ujungnya adalah kebaikan
bermasyarakat.
Persamaan dan Kesetiakawanan
Bila hidup menyadari sebagai hamba Allah,maka hanya Allahlah Yang Maha Kuasa
dan Maha Mulia, dirinya hanya sebagai hamba, tidak akan terbetik dari hatinya
perasaan lebih mulia dari sesamanya. Perasaan ini kan menumbuhkan persamaan dan kebersamaan,
menumbuhkan kesetiakawanan yang bersumber dari kedalaman lubuk hati yang
diteduhi iman. Cintanya kepada sesama manusia merupakan wujud kecintaan pada
Allah, yang didorong oleh sabda Nabi :” Sayangi apa\apa yang ada di bumi,
engkau akan disayangi oleh yang menaungi di langit “ Hadits.
Perbedaan-perbedaan yang tampak,
akan dijadikan sarana untuk saling melengkapi dalam memenuhi kebutuhan, bukan
untuk saling menghancurkan.
Musyawarah dan Tasamuh
Apabila persamaan dan
persaudaraan yang berdasar keimanan
telah tumbuh dengan subur, maka segala usaha serta tindakan-tindakan dalam
masyarakat senantiasa akan dilihat dari segi kepentingan umum dan untuk
kepentingan bersama. Berbagai pendapat mungkin terjadi, bahkan pasti terjadi,
tetapi semua itu tidak akan menimbulkan konflik yang akan menjadi gangguan
ketentraman bersama. Musyawarah menjadi tradisinya,saling menghormati menjadi
hiasan pergaulannya, Firman Allah dalam Al Qur’an : “Mereka menyambut ajaran
yang datang dari Tuhannya, mendirikan
shalat, musyawarah dalam urusan-urusannya, dan mereka menginfakkan sebahagian
dari rizkinya. “- Asy Syura 38-
Seorang mukmin tidak bakalan merasa benar sendiri, ia menyadari bahwa dirinya
tidak mungkin sempurna, ia akan senantiasa mencari kebenaran serta
mempertimbangkan nasihat dan pendapat orang lain.
Jihad dan Amal Shaleh
Jihad mengandung arti bekerja dengan kesungguhan hati, berusaha mencapai hasil
yang sebaik-baiknya. Itulah jihad, yang merupakan karakter seorang mukmin. Ia
terus bekerja dan berusaha menciptakan
kesejahteraan untuk dirinya, keluarganya dan masyarakatnya serta bangsa dan
negaranya sebagai wujud amal shalehnya. Tepatlah ungkapan Nabi bahwa Mukmin itu
seperti lebah, energik, disiplin, memberi manfaat dan tidak merusak lingkungan.
Istiqomah
Istiqamah, artinya lurus terus, maksudnya setiap muslim akan tetap memegang dan
memperjuangkan kebenaran yang datang dari Allah. Ia tidak akan meleleh karena
panas, tidak akan beku karena dingin, tidak akan lapuk karena hujan dan tak
akan lekang di terik sinar matahari.
“ Katakan aku beriman kepada Allah,
kemudian luruslah senantiasa “ demikian jawab Nabi kepada sahabatnya yang menimta nasihat. Jiwa
orang yang istiqomah akan senantiasa
tenang, tidak ragu, tidak gentar apalagi takut menghadapi berbagai
tantangan – Fushilat 31,32 –
Keteguhan
hati serta kepercayaan diri yang mantap merupakan faktor yang sangat menentukan
keberhasilan dalam mengayuh serta meniti hidup yang penuh rintangan.
Insya
Allah masyarakat yang bersendikan enam pokok tersebut. Akan mewujudkan
masyarakat – maaf meminjam istilah – yang makmur dalam keadilan yang adil dalam
kemakmuran. Serta rahmah, berkah dan keridlaan Allah senantiasa tercurah di
atasnya,
C. Toleransi inter dan antar umat beragama
Kaidah toleransi dalam Islam
berasal dari ayat Al-Qur'an laa ikraaha fi al-diin yang berarti tidak
ada paksaan dalam agama. Toleransi mengarah kepada sikap terbuka dan mau
mengakui adanya berbagai macam perbedaan. Landasan dasar pemikiran ini adalah
firman Allah dalam QS. Al-Hujurat ayat 13:
Artinya: “Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling
mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”.
Toleransi antar umat beragama
yang berbeda termasuk ke dalam salah satu risalah penting yang ada dalam system
teologi Islam. Karena Tuhan senantiasa mengingatkan kita akan keragaman
manusia, baik dilihat dari sisi agama, suku, warna kulit, adat-istiadat,
dsb. Toleransi beragama harus dipahami sebagai bentuk pengakuan kita akan
adanya agama-agama lain selain agama kita dengan segala bentuk system, dan tata
cara peribadatannya dan memberikan kebebasan untuk menjalankan keyakinan agama
masing-masing. Keyakinan umat Islam kepada Allah tidak sama dengan keyakinan
para penganut agama lain terhadap tuhan-tuhan mereka. Demikian juga dengan tata
cara ibadahnya. Bahkan Islam melarang penganutnya mencela tuhan-tuhan dalam
agama manapun. Maka kata tasamuh atau toleransi dalam Islam bukanlah “barang
baru”, tetapi sudah diaplikasikan dalam kehidupan sejak agama Islam itu lahir.
أَحَبٌّ الدِّيْنِ إِلىَ اللهِ الحَنِيْفِيَّةُ
السَّمْحَة
Artinya: “agama
yang paling dicintai di sisi Allah adalah agama yang berorientasi pada semangat
mencari kebenaran secara toleran dan lapang”.
Toleransi Antar
Sesama Muslim
Dalam firman Allah SWT QS.
Al-Hujurat ayat 10
Artinya: “Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu
damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah
terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat”.
Dalam surat diatas Allah
menyatakan bahwa orang-orang mu’min bersaudara, dan memerintahkan untuk
melakukan ishlah (perbaikan hubungan) jika seandainya terjadi kesalahpahaman
diantara 2 orang atau kelompok kaum muslim.
Dalam mengembangkan sikap toleransi secara umum, dapat kita mulai terlebih
dahulu dengan bagaimana kemampuan kita mengelola dan menyikapi perbedaan
(pendapat) yang (mungkin) terjadi pada keluarga kita atau pada keluarga/saudara
kita sesama muslim. Sikap toleransi dimulai dengan cara membangun kebersamaan
atau keharmonisan dan menyadari adanya perbedaan. Dan menyadari pula bahwa kita
semua adalah bersaudara. Maka akan timbul rasa kasih sayang, saling pengertian
dan pada akhirnya akan bermuara pada sikap toleran. Dalam konteks pendapat dan
pengamalan agama, al-Qur’an secara tegas memerintahkan orang-orang mu’min untuk
kembali kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul (sunnah).
Toleransi Antar Umat Beragama
Toleransi hendaknya dapat
dimaknai sebagai suatu sikap untuk dapat hidup bersama masyarakat penganut
agama lain, dengan memiliki kebebasan untuk menjalankan prinsip-prinsip
keagamaan (ibadah) masing-masing, tanpa adanya paksaan dan tekanan, baik untuk
beribadah maupun tidak beribadah, dari satu pihak ke pihak lain. Sikap
toleransi antar umat beragama bisa dimulai dari hidup bertetangga baik dengan
tetangga yang seiman dengan kita atau tidak. Sikap toleransi itu direfleksikan
dengan cara saling menghormati, saling memuliakan dan saling tolong-menolong.
Jadi sudah jelas, bahwa sisi akidah atau teologi bukanlah urusan manusia,
melainkan Allah SWT dan tidak ada kompromi serta sikap toleran di dalamnya.
Sedangkan kita bermu’amalah dari sisi kemanusiaan kita.
Allah juga menjelaskan tentang prinsip dimana setiap pemeluk agama
mempunyai system dan ajaran masing-masing sehingga tidak perlu saling
menghujat.
Al-Qur’an juga menganjurkan agar
mencari titik temu dan titik singgung antar pemeluk agama. Al-Qur’an menganjurkan
agar dalam interaksi sosial, bila tidak ditemukan persamaan, hendaknya
masing-masing mengakui keberadaan pihak lain dan tidak perlu saling
menyalahkan.
Firman Allah SWT pada QS.
Saba:24-26:
24. Artinya: Katakanlah:
"Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan dari bumi?"
Katakanlah: "Allah", dan Sesungguhnya kami atau kamu (orang-orang
musyrik), pasti berada dalam kebenaran atau dalam kesesatan yang nyata.
25. Artinya: Katakanlah: "Kamu
tidak akan ditanya (bertanggung jawab) tentang dosa yang kami perbuat dan kami
tidak akan ditanya (pula) tentang apa yang kamu perbuat".
26. Artinya: Katakanlah:
"Tuhan kita akan mengumpulkan kita semua, Kemudian dia memberi Keputusan
antara kita dengan benar. dan Dia-lah Maha pemberi Keputusan lagi Maha
Mengetahui".
Contoh Sikap Toleransi
Contoh toleransi dalam kehidupan di masyarakat antara lain, yaitu:
1. Adanya sikap
saling menghormati dan menghargai antara pemeluk agama.
2. Tidak
membeda-bedakan suku, ras atau golongan.
Adapun toleransi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara antara lain:
1. Merasa senasib
sepenanggungan.
2. Menciptakan
persatuan dan kesatuan, rasa kebangsaan atau nasionalisme.
3. Mengakui dan
menghargai hak asasi manusia.
4. Membantu orang
lain yang membutuhkan pertolongan.
5. Menghindari
Terjadinya Perpecahan
6. Memperkokoh
Silaturahmi dan Menerima Perbedaan
Fakta historis
toleransi juga dapat ditunjukkan melalui Piagam Madinah. Piagam ini adalah satu
contoh mengenai prinsip kemerdekaan beragama yang pernah dipraktikkan oleh Nabi
Muhamad SAW di Madinah. Di antara butir-butir yang menegaskan toleransi
beragama adalah sikap saling menghormati di antara agama yang ada dan tidak
saling menyakiti serta saling melindungi anggota yang terikat dalam Piagam
Madinah
D. Kesejahteraan Sosial
Islam
sebagai ajaran sangat peduli dengan kesejahteraan sosial. Kesejahteraan social
dalam Islam pada intinya mencakup dua hal pokok yaitu kesejahteraan social
yang bersifat jasmani dan rohani.
Manifestasi
dari kesejahteraan sosial dalam Islam adalah bahwa setiap individu dalam Islam
harus memperoleh perlindungan yang mencakup lima hal:
Pertama, agama (al-dîn), merupakan kumpulan akidah, ibadah, ketentuan dan hukum yang telah disyari‘atkan Allah SWT untuk mengatur hubungan antara manusia dengan Allah, hubungan antara sebagian manusia dengan sebagian yang lainnya. Kedua, jiwa/tubuh (al-nafs), Islam mengatur eksistensi jiwa dengan menciptakan lembaga pernikahan untuk mendapatkan keturunan. Islam juga melindungi dan menjamin eksistensi jiwa berupa kewajiban memenuhi apa yang menjadikebutuhannya, seperti makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal, qishash, diyat, dilarang melakukan hal yang bisa merusak dan membahayakan jiwa/tubuh.
Ketiga, akal (al-‘aql), melindungi akal dengan larangan mengkonsumsi narkoba (khamr dan segala hal yang memabukkan) sekaligus memberikan sanksi bagi yang mengkonsumsinya. Keempat, kehormatan (al-‘irdhu), berupa sanksi bagi pelaku zina dan orang yang menuduh zina. Kelima, kekayaan (al-mâl), mengatur bagaimana memperoleh kekayaan dan mengusahakannya, seperti kewajiban mendapatkan rizki dan anjuran bermua‘amalat, berniaga. Islam juga memberi perlindungan kekayaan dengan larangan mencuri, menipu, berkhianat, memakan harta orang lain dengan cara tidak benar, merusak harta orang lain, dan menolak riba.
Pertama, agama (al-dîn), merupakan kumpulan akidah, ibadah, ketentuan dan hukum yang telah disyari‘atkan Allah SWT untuk mengatur hubungan antara manusia dengan Allah, hubungan antara sebagian manusia dengan sebagian yang lainnya. Kedua, jiwa/tubuh (al-nafs), Islam mengatur eksistensi jiwa dengan menciptakan lembaga pernikahan untuk mendapatkan keturunan. Islam juga melindungi dan menjamin eksistensi jiwa berupa kewajiban memenuhi apa yang menjadikebutuhannya, seperti makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal, qishash, diyat, dilarang melakukan hal yang bisa merusak dan membahayakan jiwa/tubuh.
Ketiga, akal (al-‘aql), melindungi akal dengan larangan mengkonsumsi narkoba (khamr dan segala hal yang memabukkan) sekaligus memberikan sanksi bagi yang mengkonsumsinya. Keempat, kehormatan (al-‘irdhu), berupa sanksi bagi pelaku zina dan orang yang menuduh zina. Kelima, kekayaan (al-mâl), mengatur bagaimana memperoleh kekayaan dan mengusahakannya, seperti kewajiban mendapatkan rizki dan anjuran bermua‘amalat, berniaga. Islam juga memberi perlindungan kekayaan dengan larangan mencuri, menipu, berkhianat, memakan harta orang lain dengan cara tidak benar, merusak harta orang lain, dan menolak riba.
Kelima
pilar asasi ini menjadi apresiasi, advokasi dan proteksi Islam dalam rangka
mewujudkan kesejahteraan sosial. Berkenaan dengan perlindungan jiwa, harta dan
kehormatan manusia, Allah berfirman:
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا يَسْخَرْ قَومٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا
مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلَا
تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ
بَعْدَ الْإِيمَانِ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ(11)
Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim (al-Hujurât: 11)
Menghina orang lain adalah perbuatan yang tercela. Orang yang menghina belum tentu lebih baik dari yang dihina. Seringkali ada orang menghina orang lain karena alasan kedengkian, kecemburuan. Penghinaan juga bisa berakibat fatal seperti adu mulut, perkelahian hingga pembunuhan. Dalam tayangan di media massa, banyak sekali kasus perkelahian, baik perkelahian tunggal maupun pengeroyokan hingga perkelahian massal yang mengakibatkan korban luka dan meninggal berjatuhan,pembunuhan yang bermula dari sebuah penghinaan. Orang yang dihina, terutama jika penghinaan itu terjadi di depan publik, bisa menuntut ke muka pengadilan karena merasa harga dirinya direndahkan.
Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim (al-Hujurât: 11)
Menghina orang lain adalah perbuatan yang tercela. Orang yang menghina belum tentu lebih baik dari yang dihina. Seringkali ada orang menghina orang lain karena alasan kedengkian, kecemburuan. Penghinaan juga bisa berakibat fatal seperti adu mulut, perkelahian hingga pembunuhan. Dalam tayangan di media massa, banyak sekali kasus perkelahian, baik perkelahian tunggal maupun pengeroyokan hingga perkelahian massal yang mengakibatkan korban luka dan meninggal berjatuhan,pembunuhan yang bermula dari sebuah penghinaan. Orang yang dihina, terutama jika penghinaan itu terjadi di depan publik, bisa menuntut ke muka pengadilan karena merasa harga dirinya direndahkan.
E. Pandangan
Islam terhadap Kemiskinan, Kebodohan, Pengangguran
Harus
kita akui bahwa kemiskinan muncul bukan lantaran persoalan ekonomi saja, tapi
karena persoalan semua bidang: struktural (baca: birokrasi), politik, sosial,
dan kultural, dan bahkan pemahaman agama.
Kita pun tahu dampak dari adanya kemiskinan ini, seperti kriminalitas, kekerasan dalam rumah tangga, perampokan, patologi, dan lain sebagainya, di mana semua itu semakin hari semakin meningkat saja intensitasnya di sekitar kita. Tak mudah seperti membalikkan telapak tangan untuk mengatasi kemiskinan. Diperlukan semua segi, di antaranya ekonomi, kesehatan, pendidikan, kebudayaan, teknologi, dan tentu saja, ketenagakerjaan. Selain itu ada segi lain yang tak boleh kita lupakan juga dalam mengatasi masalah ini, yaitu agama. Islam memberikan pesan-pesannya melalui dua pedoman, yaitu Alquran dan Hadits. Melalui keduanya kita dapat mengetahui bagaimana agama (Islam) memandang kemiskinan.
Alquran menggambarkan kemiskinan dengan 10 kosakata yang berbeda, yaitu al-maskanat (kemiskinan), al-faqr (kefakiran), al-’ailat (mengalami kekurangan), al-ba’sa (kesulitan hidup), al-imlaq (kekurangan harta), al-sail (peminta), al-mahrum (tidak berdaya), al-qani (kekurangan dan diam), al-mu’tarr (yang perlu dibantu) dan al-dha’if (lemah). Kesepuluh kosakata di atas menyandarkan pada satu arti/makna yaitu kemiskinan dan penanggulangannya. Islam menyadari bahwa dalam kehidupan masyarakat akan selalu ada orang kaya dan orang miskin (QS An-Nisa/4: 135). Sungguh, hal itu memang sejalan dengan sunatullah (baca: hukum alam) sendiri. Hukum kaya dan miskin sesungguhnya adalah hukum universal yang berlaku bagi semua manusia, apa pun keyakinannya. Karena itu tak ubahnya seperti kondisi sakit, sehat, marah, sabar, pun sama dengan masalah spirit, semangat hidup, disiplin, etos kerja, rendah dan mentalitas.
Kemiskinan, menurut Islam, disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya karena keterbatasan untuk berusaha (Q.S. Al-Baqarah/2: 273), penindasan (QS Al-Hasyr/59: 8), cobaan Tuhan (QS Al-An’am/6: 42), dan pelanggaran terhadap hukum-hukum Tuhan (QS Al-Baqarah/2: 61). Namun, di negara kita sesungguhnya faktor-faktor di atas sudah mulai dibenahi, walaupun ada yang secara sungguh-sungguh maupun setengah-setengah.
Mulai dari program pemerintah dan masyarakat sendiri sama-sama berjuang memerangi kemiskinan. Tapi, harus disadari bahwa perjuangan melawan kemiskinan di negara kita, apa pun caranya, sesungguhnya sama dengan perjuangan seumur hidup. Masih panjang sekali perjalanan untuk mencapai hasilnya. Mengapa demikian? Karena kenyataan di lapangan berbeda dengan hasil data survey penelitian. Di atas kertas angka kemiskinan di negeri ini berhasil diturunkan, namun dalam perkembangan lebih lanjut juga memperlihatkan peningkatan.
Kembali pada persoalan hukum alam di atas tentang keniscayaan adanya orang kaya dan orang miskin, maka sudah sepatutnya orang kaya (termasuk pemerintah) membantu orang miskin. Menurut Islam, dengan adanya bantuan orang kaya tersebut, agar orang miskin tidak terjerumus ke dalam perbuatan yang dapat merendahkan martabatnya sendiri (QS Al-Baqarah/2: 256). Islam sesungguhnya telah menyadari bahwa terkadang kefakiran (dan kemiskinan) akan menjadikan manusia pada kekufuran.
Untuk itu Islam pun memberikan sumbangsih solusi penanggulangan kemiskinan dengan dua model:(1) wajib dilakukan dan (2) anjuran. Adapun yang mesti dilakukan adalah zakat (QS At-Taubah/9: 103), infak wajib yang sifatnya insidental (QS Al-Baqarah/2: 177), menolong orang miskin sebagai ganti kewajiban keagamaan, misalnya membayar fidyah (QS Al-Baqarah/2: 184), dan menolong orang miskin sebagai sanksi terhadap pelanggaran hukum agama (misalnya membayar kafarat dengan memberi makan orang miskin) (QS Al-Maidah/5: 95). Sedang yang bersifat anjuran untuk dilakukan adalah sedekah, infak, hadiah, dan lain-lainnya. Tentu saja semua hal di atas dilakukan bagi orang yang mampu secara finansial. Namun, bagi yang tidak mampu pun dalam hal itu diwajibkan juga, yaitu dengan memberikan nasihat, spirit, dan motivasi kepada kalangan rakyat jelata.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Pusat Bahasa dan Budaya UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 2005 bahwa dana yang dihasilkan dari zakat, infak, dan sedekah saja dalam satu tahun telah mencapai Rp 19,3 triliun. Hasil di atas mengindikasikan bahwa jika dana tersebut dikelola dan disalurkan dengan baik dan profesional maka akan membantu menyejahterakan orang-orang miskin. Angka di atas baru dihasilkan dari kaum muslim saja. Andai digabungkan dengan masyarakat agama lain tentu angkanya akan lebih besar lagi.
Pada zaman Rasulullah sendiri orang-orang miskin memperoleh bantuan materi dari kas negara yang ditangani secara profesional. Oleh karena itu sudah sepatutnya pemerintah dan masyarakat (beragama) Indonesia bersinergi menanggulangi kemiskinan dengan mengoptimalkan sumber-sumber pendapatan negara dan masyarakat. Lembaga-lembaga yang dikelola oleh kaum muslim seperti BASIZ, LAZIS, Baznas, dan masih banyak lagi harus didukung program dan kinerjanya baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Dan dengan adanya dukungan penuh dari kedua belah pihak maka lembaga-lembaga semacam itu akan berdaya secara optimal dan profesional.
Islam sesungguhnya sudah sangat jelas memberikan solusi untuk menangani masalah kemiskinan. Tinggal saat ini bagaimana kita mau atau sudah melaksanakannya atau tidak. Jika memang sudah, apakah kita masih konsisten melaksanakannya? Dalam Hadis Qudsi dikatakan bahwa Allah sesungguhnya memberikan solusi bagi orang yang konsisten dalam melakukan sesuatu yang benar meskipun dilakukannya sedikit demi sedikit.
Kita pun tahu dampak dari adanya kemiskinan ini, seperti kriminalitas, kekerasan dalam rumah tangga, perampokan, patologi, dan lain sebagainya, di mana semua itu semakin hari semakin meningkat saja intensitasnya di sekitar kita. Tak mudah seperti membalikkan telapak tangan untuk mengatasi kemiskinan. Diperlukan semua segi, di antaranya ekonomi, kesehatan, pendidikan, kebudayaan, teknologi, dan tentu saja, ketenagakerjaan. Selain itu ada segi lain yang tak boleh kita lupakan juga dalam mengatasi masalah ini, yaitu agama. Islam memberikan pesan-pesannya melalui dua pedoman, yaitu Alquran dan Hadits. Melalui keduanya kita dapat mengetahui bagaimana agama (Islam) memandang kemiskinan.
Alquran menggambarkan kemiskinan dengan 10 kosakata yang berbeda, yaitu al-maskanat (kemiskinan), al-faqr (kefakiran), al-’ailat (mengalami kekurangan), al-ba’sa (kesulitan hidup), al-imlaq (kekurangan harta), al-sail (peminta), al-mahrum (tidak berdaya), al-qani (kekurangan dan diam), al-mu’tarr (yang perlu dibantu) dan al-dha’if (lemah). Kesepuluh kosakata di atas menyandarkan pada satu arti/makna yaitu kemiskinan dan penanggulangannya. Islam menyadari bahwa dalam kehidupan masyarakat akan selalu ada orang kaya dan orang miskin (QS An-Nisa/4: 135). Sungguh, hal itu memang sejalan dengan sunatullah (baca: hukum alam) sendiri. Hukum kaya dan miskin sesungguhnya adalah hukum universal yang berlaku bagi semua manusia, apa pun keyakinannya. Karena itu tak ubahnya seperti kondisi sakit, sehat, marah, sabar, pun sama dengan masalah spirit, semangat hidup, disiplin, etos kerja, rendah dan mentalitas.
Kemiskinan, menurut Islam, disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya karena keterbatasan untuk berusaha (Q.S. Al-Baqarah/2: 273), penindasan (QS Al-Hasyr/59: 8), cobaan Tuhan (QS Al-An’am/6: 42), dan pelanggaran terhadap hukum-hukum Tuhan (QS Al-Baqarah/2: 61). Namun, di negara kita sesungguhnya faktor-faktor di atas sudah mulai dibenahi, walaupun ada yang secara sungguh-sungguh maupun setengah-setengah.
Mulai dari program pemerintah dan masyarakat sendiri sama-sama berjuang memerangi kemiskinan. Tapi, harus disadari bahwa perjuangan melawan kemiskinan di negara kita, apa pun caranya, sesungguhnya sama dengan perjuangan seumur hidup. Masih panjang sekali perjalanan untuk mencapai hasilnya. Mengapa demikian? Karena kenyataan di lapangan berbeda dengan hasil data survey penelitian. Di atas kertas angka kemiskinan di negeri ini berhasil diturunkan, namun dalam perkembangan lebih lanjut juga memperlihatkan peningkatan.
Kembali pada persoalan hukum alam di atas tentang keniscayaan adanya orang kaya dan orang miskin, maka sudah sepatutnya orang kaya (termasuk pemerintah) membantu orang miskin. Menurut Islam, dengan adanya bantuan orang kaya tersebut, agar orang miskin tidak terjerumus ke dalam perbuatan yang dapat merendahkan martabatnya sendiri (QS Al-Baqarah/2: 256). Islam sesungguhnya telah menyadari bahwa terkadang kefakiran (dan kemiskinan) akan menjadikan manusia pada kekufuran.
Untuk itu Islam pun memberikan sumbangsih solusi penanggulangan kemiskinan dengan dua model:(1) wajib dilakukan dan (2) anjuran. Adapun yang mesti dilakukan adalah zakat (QS At-Taubah/9: 103), infak wajib yang sifatnya insidental (QS Al-Baqarah/2: 177), menolong orang miskin sebagai ganti kewajiban keagamaan, misalnya membayar fidyah (QS Al-Baqarah/2: 184), dan menolong orang miskin sebagai sanksi terhadap pelanggaran hukum agama (misalnya membayar kafarat dengan memberi makan orang miskin) (QS Al-Maidah/5: 95). Sedang yang bersifat anjuran untuk dilakukan adalah sedekah, infak, hadiah, dan lain-lainnya. Tentu saja semua hal di atas dilakukan bagi orang yang mampu secara finansial. Namun, bagi yang tidak mampu pun dalam hal itu diwajibkan juga, yaitu dengan memberikan nasihat, spirit, dan motivasi kepada kalangan rakyat jelata.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Pusat Bahasa dan Budaya UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 2005 bahwa dana yang dihasilkan dari zakat, infak, dan sedekah saja dalam satu tahun telah mencapai Rp 19,3 triliun. Hasil di atas mengindikasikan bahwa jika dana tersebut dikelola dan disalurkan dengan baik dan profesional maka akan membantu menyejahterakan orang-orang miskin. Angka di atas baru dihasilkan dari kaum muslim saja. Andai digabungkan dengan masyarakat agama lain tentu angkanya akan lebih besar lagi.
Pada zaman Rasulullah sendiri orang-orang miskin memperoleh bantuan materi dari kas negara yang ditangani secara profesional. Oleh karena itu sudah sepatutnya pemerintah dan masyarakat (beragama) Indonesia bersinergi menanggulangi kemiskinan dengan mengoptimalkan sumber-sumber pendapatan negara dan masyarakat. Lembaga-lembaga yang dikelola oleh kaum muslim seperti BASIZ, LAZIS, Baznas, dan masih banyak lagi harus didukung program dan kinerjanya baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Dan dengan adanya dukungan penuh dari kedua belah pihak maka lembaga-lembaga semacam itu akan berdaya secara optimal dan profesional.
Islam sesungguhnya sudah sangat jelas memberikan solusi untuk menangani masalah kemiskinan. Tinggal saat ini bagaimana kita mau atau sudah melaksanakannya atau tidak. Jika memang sudah, apakah kita masih konsisten melaksanakannya? Dalam Hadis Qudsi dikatakan bahwa Allah sesungguhnya memberikan solusi bagi orang yang konsisten dalam melakukan sesuatu yang benar meskipun dilakukannya sedikit demi sedikit.
BAB
III
PENUTUP
A. KesimpulanAkhlak adalah hal yang terpenting dalam kehidupan manusia karena akhlak mencakup segala pengertian tingkah laku, tabi’at, perangai, karakter manusia yang baik maupun yang buruk dalam hubungannya dengan Khaliq atau dengan sesama makhluk. Akhlak ini merupakan hal yang paling penting dalam pembentukan akhlakul karimah seorang manusia. Dan manusia yang paling baik budi pekertinya adalah Rasulullah S.A.W.
Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu seorang sahabat yang mulia menyatakan: “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia yang paling baik budi pekertinya.” (HR.Bukhari dan Muslim).
B. Saran
Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penyusun dan bagi pembaca semuanya. Serta diharapkan, dengan diselesaikannya makalah ini, baik pembaca maupun penyusun dapat menerapkan akhlak yang baik dan sesuai dengan ajaran islam dalam kehidupan sehari-hari. Walaupun tidak sesempurna Nabi Muhammad S.A.W , setidaknya kita termasuk kedalam golongan kaumnya
DAFTAR
PUSTAKA
Anwar, Rosihon.2010. Akhlak . Bandung.:
CV Pustaka Setia.
A. Zainuddin dan Muhammad Jamhari. 1999. Al-Islam 2: Muamalah dan Akhlak, CV. Bandung: Pustaka Setia.
Mahmud, Ali Abdul Hamid. Akhlak Mulia. Jakarta: Gema Insani Press
M. Ali Hasan. 1978.Tuntunan Akhlak.Jakarta: Bulan Bintang.
https://reynandorico.blogspot.co.id/2017/05/makalah-akhlak-sosial.html
http://naghata.blogspot.co.id/2009/02/kesejahteraan-sosial-dalam-islam.html
A. Zainuddin dan Muhammad Jamhari. 1999. Al-Islam 2: Muamalah dan Akhlak, CV. Bandung: Pustaka Setia.
Mahmud, Ali Abdul Hamid. Akhlak Mulia. Jakarta: Gema Insani Press
M. Ali Hasan. 1978.Tuntunan Akhlak.Jakarta: Bulan Bintang.
https://reynandorico.blogspot.co.id/2017/05/makalah-akhlak-sosial.html
http://naghata.blogspot.co.id/2009/02/kesejahteraan-sosial-dalam-islam.html
https://blog-mue.blogspot.co.id/2016/02/makalah-islam-dalam-kehidupan-sosial.html