MAKALAH
Pengelolaan Daerah Tangkapan Hujan
(Watershed Management)
Diajukan Untuk
Memenuhi Salah Satu Tugas Pada Mata Kuliah
PSDA
Dosen
Pengampu : Dr. Eri. P, MT
Oleh :
Rico
Reynando Bandarsyah
Sulis
Maratus Solikah
Bambang
Nurdiansyah
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH METRO
FAKULTAS
TEKNIK
JURUSAN
TEKNIK SIPIL
TAHUN
AJARAN 2018
KATA
PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat limpahan Rahmat dan
Karunia-Nya sehingga makalah ini dapat saya selesaikan tepat pada waktunya.
Makalah ini kami susun untuk dapat memenuhi tugas Mata Kuliah PSDA. Makalah ini
berjudul “Pengelolaan Daerah Tangkapan Hujan (Watershed Management)”. Saya
berharap dengan disusunnya makalah ini, dapat membantu orang lain untuk
mengetahui dan memahami tentang Daerah Tangkapan Hujan terutama aspek-aspek
hidrologinya (Tanah, Penutupan Lahan,
Sedimentasi dan Erosi). Saya menyadari makalah ini jauh dari kata sempurnah,
karena itu kritik dan saran yang membangun sangat saya harapkan. Semoga makalah
ini bermanfaat bagi kita semua.
Metro, 12 April
2018
Kelompok 1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................
i
DAFTAR ISI..................................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................................
1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................
2
C. Tujuan Penulisan....................................................................................................
2
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian Daerah
Tangkapan Hujan.................................................................... 3
B.
Apa yang dimaksud dengan hidrologi DAS......................................................... 5
C.
Aspek-Aspek Hidrologi Daerah Tangkapan Hujan yang
meliputi :
1. Tanah............................................................................................................... 7
2. Penutupan Lahan............................................................................................. 8
3. Sedimentasi..................................................................................................... 9
4. Erosi............................................................................................................... 10
D. Bagaimana
Pengelolaan Daerah Tangkapan Hujan............................................. 15
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan..........................................................................................................
17
B. Saran..................................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................. 18
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia sedang mengalami tahap-tahap pembangunan yang sangat penting dalam
laju pembangunannya, terutama dalam hubungannya dengan keseimbangan daya dukung
sumberdaya, pemanfaatannya dan kemampuan pengelolaannya. Salah satunya adalah
daerah aliran sungai, yang apabila tidak dikelola dengan baik maka akan
menimbulkan dampak pada wilayah sepanjang area aliran sungai yang berujung pada
wilayah laut.
Daerah Tangkapan Hujan adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas-batas
topografi secara alami sedemikian rupa sehingga setiap air hujan yang jatuh
dalam Daerah Tangkapan Hujan akan mengalir melalui titik tertentu (titik
pengukuran di sungai) didalam aliran tersebut. Pada kondisi dimana sumberdaya
tidak mencukupi kebutuhan manusia, pengelolaan terhadap Daerah Tangkapan Hujan
dilakukan untuk mendapatkan manfaat sebaik-baiknya dari segi ukuran fisik,
teknik, ekonomi, sosial budaya maupun kemantapan-kemantapan nasional, Sedangkan
pada kondisi di mana sumberdaya Daerah Tangkapan Hujan melimpah, maka
pengelolaan di maksudkan untuk mencegah pemborosan.
Pengelolaan Daerah Tangkapan Hujan adalah pengelolaan berbagai sumberdaya alam
yang terdapat di dalam satuan DAS (Daerah
Aliran Sungai) dengan mempertimbangkan aspek sosial ekonomi budaya yang
berkembang di dalam DAS, sehingga dapat dicapai pengelolaan yang rasional untuk
mencapai keuntungan optimal yaitu dalam waktu tak terbatas dan resiko kerusakan
minimal. Dalam pengelolaan Daerah Tangkapan Hujan, perlu memperhatikan proses-proses
biofisik hidrologis maupun kegiatan sosial-ekonomi dan budaya masyarakat yang
kompleks. Hal ini tidak lepas dari semakin meningkatnya tuntutan atas
sumberdaya alam (air, tanah, dan hutan) yang disebabkan meningkatnya
pertumbuhan penduduk yang membawa akibat pada perubahan kondisi tata air
DAS.
Perubahan kondisi hidrologi DAS sebagai dampak perluasan lahan kawasan budidaya
yang tidak terkendali tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan
air seringkali mengarah pada kondisi yang kurang diinginkan, yaitu peningkatan
erosi dan sedimentasi, penurunan produktivitas lahan, dan percepatan degradasi
lahan. Hasil akhir perubahan ini tidak hanya berdampak nyata secara biofisik
berupa peningkatan luas lahan kritis dan penurunan daya dukung lahan, namun
juga secara sosial ekonomi menyebabkan masyarakat menjadi semakin kehilangan
kemampuan untuk berusaha di
lahannya.
Berdasarkan dengan hal di atas, maka disusunlah makalah Aspek-aspek Hidrologi
DAS (Tanah, Penutupan Lahan, Sedimentasi dan Erosi). Dengan demikian, maka
dapat diketahui kondisi hidrologi dalam suatu DAS sehingga dalam pengelolaannya
dapat dilakukan secara tepat dan berkelanjutan.
B. Rumusan masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini yaitu:
1.
Apa yang dimaksud dengan Daerah Tangkapan Hujan ?
2.
Apa yang dimaksud dengan hidrologi DAS ?
3.
Bagaimanakah Aspek-Aspek Hidrologi Daerah Aliran
Sungai yang meliputi tanah, penutupan tanah, erosi dan sedimentasi ?
C. Tujuan
dan Manfaat
Tujuan dari makalah ini yaitu:
1.
Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Daerah
Tangkapan Hujan.
2.
Untuk mengetahui Apa yang dimaksud dengan hidrologi DAS.
3.
Untuk mengetahui aspek-aspek hidrologi Daerah Aliran
Sungai yang meliputi tanah, penutupan tanah, erosi dan sedimentasi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Penngertian Daerah Tangkapan Hujan
Daerah
Tangkapan Hujan adalah daerah yang di batasi punggung-punggung gunung dimana
air hujan yang jatuh pada daerah tersebut akan ditampung oleh Gunggung gunung
tersebut dan akan dialirkan melalui sungai-sungai kecil ke sungai utama (Asdak,
1995). DAS termasuk suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan
sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan
mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara
alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut
sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. (PP No
37 tentang Pengelolaan DAS, Pasal 1).
Daerah aliran
sungai ( Watershed) atau dalam skala luasan kecil disebut Catchment Area
adalah suatu wilayah daratan yang dibatasi oleh punggung bukit atau batas-batas
pemisah topografi, yang berfungsi menerima, menyimpan dan mengalirkan curah
hujan yang jatuh di atasnya ke alur-alur sungai dan terus mengalir ke anak
sungai dan ke sungai utama, akhirnya bermuara ke danau/waduk atau ke laut.
Sub DAS bagian dari DAS yang
menerima air hujan dan mengalirkannya melalui anak sungai ke sungai uatama.
Setiap DAS terbagi habis ke dalam Sub DAS-Sub DAS.(1)
Sub DAS suatu wilayah kesatuan
ekosistem yang terbentuk secara alamiah, air hujan meresap atau mengalir
melalui cabang aliran sungai yang membentuk bagian wilayah DAS.(2)
Sub-sub DAS suatu wilayah
kesatuan ekosistem yang terbentuk secara alamiah, dimana air hujan meresap atau
mengalir melalui ranting aliran sungai yang membentuk bagian dari Sub DAS.(3)
Daerah Tangkapan Air (DTA)
Daerah Tangkapan Air adalah suatu kawasan yang berfungsi sebagai daerah penadah
air yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi
sumber air di wilayah daerah.(4)
Daerah Tangkapan Air (DTA)
adalah kawasan di hulu danau yang memasok air ke danau.(5)
Wilayah sungai adalah kesatuan
wilayah tata pengairan sebagai hasil pengembangan satu atau lebih daerah
pengaliran sungai. (Permen No 39/1989 Tentang pembagian wilayah sungai Pasal 1
ayat 1)
Sungai dimaknai dengan system
pengaliran air mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi pada kanan dan
kirinya serta sepanjang pengalirannya oleh garis sempadan. (Permen No 39/1989
Tentang pembagian wilayah sungai Pasal 1 ayat 2)
Bagian Hulu DAS adalah
suatu wilayah daratan bagian dari DAS yang dicirikan dengan topografi
bergelombang, berbukit dan atau bergunung, kerapatan drainase relatif tinggi,
merupakan sumber air yang masuk ke sungai utama dan sumber erosi yang sebagian
terangkut menjadi sedimen daerah hilir.
Bagian Hilir DAS adalah suatu
wilayah daratan bagian dari DAS yang dicirikan dengan topografi datar sampai
landai, merupakan daerah endapan sedimen atau aluvial.
a). Pembagian Daerah Aliran Sungai berdasarkan fungsi
Hulu, Tengah dan Hilir
Bagian
hulu didasarkan pada fungsi konservasi yang dikelola untuk
mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar tidak terdegradasi, yang antara lain
dapat diindikasikan dari kondisi tutupan vegetasi lahan DAS, kualitas air,
kemampuan menyimpan air (debit), dan curah hujan.
Bagian
tengah didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola
untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang antara
lain dapat diindikasikan dari kuantitas air, kualitas air, kemampuan
menyalurkan air, dan ketinggian muka air tanah, serta terkait pada prasarana
pengairan seperti pengelolaan sungai, waduk, dan danau.
Bagian
hilir didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola
untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang
diindikasikan melalui kuantitas dan kualitas air, kemampuan menyalurkan air,
ketinggian curah hujan, dan terkait untuk kebutuhan pertanian, air bersih,
serta pengelolaan air limbah.
B.
Pengertian Hidrologi DAS
DAS Hidrologi atau tata air DAS adalah suatu keadaan yang menggambarkan tentang
keadaan kuantitas, kualitas dan kontinuitas aliran menurut waktu dan tempat
serta pengaruhnya terhadap kondisi DAS yang bersangkutan. Hakekat DAS selain
sebagai suatu wilayah bentang lahan dengan batas topografi serta suatu wilayah
kesatuan ekosistem, juga merupakan suatu wilayah kesatuan hidrologi.
DAS berfungsi sebagai tempat berlangsungnya proses hidrologi yang mengubah
input menjadi output. Input yang dimaksud adalah berupa air hujan
(presipitasi), sedangkan output atau keluarannya adalah berupa debit aliran
dan/atau muatan sedimen. Dalam sistem DAS terdapat hubungan antara kawasan hulu
dengan kawasan hilir. Segala pengelolaan yang dilakukan di hulu merupakan
cerminan dari apa yang terjadi di hilir. Sungai sebagai komponen utama dalam
DAS merupakan tali pengikat antara hulu dan hilir DAS. Sungai dapat menjadi
potensi penyeimbang yang ditunjukkan oleh daya gunanya antara lain untuk
pertanian, energi dan transportasi, namun juga dapat mengakibatkan banjir,
pembawa sedimentasi, pembawa limbah dan dampak kegiatan lain. Aktivitas
penebangan hutan di hulu akan menyebabkan sedimentasi dan banjir di hilir,
demikian juga aktivitas industri di hulu sungai menyebabkan polusi air di hilir
sehingga masyarakat pengguna air di hilir dirugikan. Sebaliknya upaya
konservasi dan rehabilitasi hutan di hulu akan memperbaiki tata air dan
memperkecil sedimentasi dan banjir di daerah hilir.
Menurut Kawasan hulu DAS mempunyai peranan yang penting sebagai penyedia air
untuk dialirkan ke hilir bagi berbagai kepentingan seperti pertanian, pemukiman,
industri dan lain sebagainya. Daerah hulu merupakan faktor produksi dominan
yang sering mengalami konflik kepentingan penggunaan lahan oleh kegiatan
pertanian, pariwisata, pertambangan, pemukiman dan lain-lain. Kemampuan
pemanfaatan lahan di hulu sangat terbatas, sehingga kesalahan pemanfatan akan
berdampak negatif pada daerah hilirnya. Konservasi daerah hulu perlu mencakup
aspek-aspek yang berhubungan dengan produksi air. Secara ekologis, hal tersebut
berkaitan dengan ekosistem daerah tangkapan air yang merupakan rangkaian proses
alami siklus hidrologi yang memproduksi air permukaan dalam bentuk mata air,
aliran air dan sungai.
Dalam
hubungannya dengan sistem hidrologi, DAS mempunyai karakteristik yang spesifik
serta berkaitan dengan unsur utamanya seperti jenis tanah, tata guna lahan,
topografi, kemiringan dan panjang lereng. Karakteristik biofisik DAS tersebut
dalam merespons curah hujan yang jatuh di dalam wilayah DAS tersebut dapat
memberikan pengaruh terhadap besar-kecilnya evapotranspirasi, infiltrasi,
perkolasi, air larian, aliran permukaan, kandungan air tanah, dan aliran
sungai.
Menurut Setyowati (2008), Proses hidrologi yang berlangsung dalam ekosistem DAS
bermanfaat bagi pengembangan sumberdaya air dalam skala DAS. Dalam sistem
hidrologi ini, peranan vegetasi sangat penting karena kemungkinan intervensi
manusia terhadap unsur tersebut sangaat besar. Vegetasi dapat merubah sifat
fisika dan kimia tanah dalam hubungannya dengan air, dapat mempengaruhi kondisi
permukaan tanah, dan dengan demikian mempengaruhi besar kecilnya aliran
permukaan.
C.
Aspek-Aspek Hidrologi Daera Aliran Sungai (DAS)
1. Tanah
Tanah
merupakan bahan hasil pelapukan batuan. Karakteristik tanah dan sebaran
jenisnya dalam DAS sangat menentukan besarnya infiltrasi limpasan permukaan
('overland flow') dan aliran bawah permukaan ('subsurface flow'). Menurut
Verbist dkk (2009), karakteristik tanah yang penting untuk diketahui antara
lain berat isi, tekstur, kedalaman, dan pelapisan tanah (horison).
a. Berat Isi Tanah (BI)
Berat
isi tanah merupakan ukuran masa per volume tanah (gr/cm), termasuk di dalamnya
volume pori-pori tanah. Berat isi tanah bersama dengan tekstur dan bahan
organik tanah menentukan besarnya infiltrasi. Semakin tinggi nilai BI, tanah
tersebut semakin padat yang berarti semakin sulit meneruskan air. Berat isi
tanah dapat dikategorikan sebagai berikut:
- Rendah: < 0.9.
- Sedang: 0.9-1.1.
- Tinggi: > 1.1.
b. Tekstur Tanah
Tekstur merupakan perbandingan komposisi (%) butir-butir penyusun tanah yang
terdiri dari fraksi pasir (50μm - 2mm), debu (50 m - 2 m), dan liat (< 2μm).
Semakin halus tekstur tanah, semakin tinggi kapasitas infiltrasinya. Kelas
tekstur tanah dikategorikan menjadi:
- Sangat halus (sh): liat. Halus (h): liat berpasir,
liat, liat berdebu.
- Agak halus (ah): lempung berliat, lempung liat
berpasir, lempung liat berdebu.
- Sedang (s): lempung berpasir sangat halus, lempung,
lempung berdebu,debu.
- Agak kasar (ak): lempung berpasir.
- Kasar (k): pasir, pasir berlempung.
c. Kedalaman Tanah
Kedalaman tanah atau solum (cm) merupakan ukuran ketebalan lapisan tanah dari
permukaan sampai atas lapisan bahan induk tanah. Pada profil tanah solum
tersebut mencakup horison A dan B. Ketebalan solum mempengaruhi kapasitas
penyimpanan air, yang secara umum dapat dibedakan menjadi:
- Sangat dangkal: < 20cm.
- Dangkal: 20 - 50cm.
- Sedang: 50 - 75cm.
- Dalam: > 75 cm.
d. Horison
Tanah
Horizonisasi tanah merupakan bentukan lapisan tanah secara vertikal. Horison
tanah berbeda dengan lapisan tanah. Horison tanah dinyatakan dengan symbol A, B
dan C, sedangkan lapisan tanah dinyatakan dengan simbol I, II, III dan
seterusnya. Bentukan tanah ini merupakan cerminan perkembangan tanah yang
dipengaruhi oleh kondisi iklim, topografi, bahan induk, vegetasi, organisme dan
waktu. Beberapa hal yang perlu diperhatikan saat melihat penampang tanah adalah
kedalaman horizon, baik pada horison atas maupun horizon bawah, keberadaan
lapisan kedap air, dan permeabilitasnya. Pada jenis tanah tertentu terdapat
hambatan perkembangan yang ditandai dengan adanya horison kedap air. Horison
ini dapat menyebabkan proses infiltrasi terhambat.
Selain hal di atas, batuan induk juga perlu di perhatikan. Tipe bahan induk
tanah secara umum akan mempengaruhi bentuk hidrograf aliran, dimana DAS dengan
jenis batuan yang kedap air seperti batu lempung ('shale') atau granit, akan
menghasilkan hidrograf aliran dengan debit puncak yang tinggi dan waktu konsetrasi
yang relatif singkat. Sebaliknya DAS dengan jenis batuan porus seperti batu
kapur atau gamping akan menghasilkan hidrograf aliran yang lebih landai dengan
debit puncak yang rendah dan waktu konsentrasi yang relatif lebih lama.
2. Penutupan Lahan
Penutupan lahan adalah gambaran obyek (kenampakan biofisik) di permukaan bumi
yang diperoleh dari sumber data terpilih (umumnya data penginderaan jauh) dan
dikelompokkan ke dalam kelas-kelas tutupan yang sesuai dengan kebutuhannya.
Penutup lahan pada awalnya mengacu pada jenis atau tipe vegetasi yang menutupi
permukaan lahan, kemudian diperluas sehingga mencakup struktur (buatan manusia)
seperti bangunan dan aspek lain dari lingkungan fisik.
Vegetasi penutup
lahan memegang peranan penting dalam proses intersepsi hujan yang jatuh dan
transpirasi air yang terabsorpsi oleh akar. Lahan dengan penutupan yang baik
memiliki kemampuan meredam energi kinetis hujan, sehingga memperkecil
terjadinya erosi percik ('splash erosion'), memperkecil koefisien aliran
sehingga mempertinggi kemungkinan penyerapan air hujan, khususnya pada lahan
dengan solum tebal ('sponge effect'). Beberapa kelas penggunaan lahan yang
perlu diidentifikasi dalam melakukan analisis masalah hidrologi adalah:
Persentase tanaman pertanian.
- Persentase rumput dan padang penggembalaan.-
-Persentase hutan.
-Persentase pemukiman dan jalan kedap air. Persentase
padang rumput dan pohon yang tersebar.
-Persentase lahan kosong.
-Persentase rawa dan waduk.
3. Sedimentasi
Sedimentasi
adalah menumpuknya bahan sedimen di suatu lokasi akibat terjadinya erosi baik
erosi permukaan maupun erosi tebing yang terjadi di daerah tangkapan air dan
terbawa oleh aliran air sampai ke lokasi tersebut. Menurut Nugroho (2005),
sedimentasi merupakan hasil dari erosi namun bahan-bahan yang tererosi tidak
selalu mengalir langsung ke aliran atau ke danau. Sedimen umumnya mengendap di
bagian bawah kaki bukit, di daerah genangan banjir, sungai dan waduk.
Sedimen sering
dijumpai di dalam sungai, baik terlarut atau tidak terlarut, yang merupakan
produk dari pelapukan induk yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan, terutama
perubahan iklim. selain itu, menurut Suripin (2000), berbagai faktor yang
menjadi penyebab terjadinya sedimentasi yaitu kondisi geologi, kondisi penutup
lahan, kondisi tata guna lahan, kondisi topografi dan kondisi jaringan
pematusan alam hasil pelapukan batuan induk tersebut dikenal dengan
partikel-partikel tanah. oleh karena adanya transport sedimen menyebabkan
pendangkalan sungai, waduk, saluran irigasi, dan terbentuknya tanah baru
dipinggir yang berbentuk delta-delta sungai. Berdasarkan pada jenis sedimen dan
ukuran partikel-partikel tanah serta komposisi mineral dari bahan induk yang
menyusunnya, maka dikenal dengan berbagai macam jenis sedimen seperti pasir,
liat, dan lain sebagainya. Tergantung dari ukuran partikelnya, sedimen
ditemukan terlarut dalam sungai atau disebut muatan sedimen dan merayap didasar
sungai atau dikenal sebagai sedimen merayap (bed load).
Muatan sedimen terbentuk dimulai dari pengaruh pukulan tetesan hujan pada tanah
sehingga memecah agregat tanah menjadi butir-butir tanah yang telepas. Hujan
sebagai faktor masukan yang memasuki DAS sebagian terinfiltrasi dan sebagian
lagi menjadi aliran permukaan (overland flow). Hal ini terjadi karena
dipengaruhi oleh faktor fisik DAS meliputi faktor lereng, tanah, vegetasi, dan
penggunaan lahan. Air hujan yang menjadi aliran permukaan (overland flow)
mengikis dan mengangkut butir-butir tanah tersebut menuju sistem aliran. Aliran
sungai selain berperan dalam transportasi muatan sedimen juga berpengaruh pada
terjadinya erosi tebing sungai sehingga menambah jumlah muatan sedimen yang
terangkut. Pada proses akhirnya dihasilkan keluaran berupa debit aliran, muatan
sedimen, dan unsur hara.
Menurut Burgh (1972) dalam
Hendra (2010), berdasarkan dari transportasinya muatan sedimen dibagi menjadi
dua yaitu:
1. Muatan dasar: partikel yang bergerak pada dasar
sungai atau dekat dasar sungai dengan pergerakan meloncat, menggelinding atau
bergeser pada dasar sungai.
2. Muatan Suspensi: Partikel yang melayang dalam air,
bergerak disebabkan oleh aliran turbulen.
4. Erosi
Erosi tanah adalah
suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan tanah atas, baik
disebabkan oleh pergerakan air maupun angin. Erosi tanah berpengaruh negatif
terhadap produktivitas lahan melalui pengurangan ketersediaan air, nutrisi,
bahan organik dan menghambat kedalaman perakaran. Selama proses erosi tanah,
sebagian besar air menghilang dalam bentuk aliran permukaan yang sangat
cepat.
Menurut Verbist dkk (2008), erosi dapat diprediksi berdasarkan kondisi
lapangan, yaitu dengan cara memperhatikan adanya bentukan hasil erosi seperti
erosi lembar permukaan ('sheet erosion'), erosi alur ('rill erosion'), dan
erosi parit ('gully erosion'). Pendekatan lain untuk memperkirakan terjadinya
erosi di suatu tempat adalah dengan memperhatikan perubahan kondisi permukaan
tanah. Pada umumnya tanah-tanah yang telah mengalami erosi dicirikan oleh
perubahan warna dan konsistensi tanah, serta munculnya akar tumbuhan atau
lapisan batuan di permukaan tanah. Menurut Arsyad (2002) dalam Verbist dkk
(2009), berdasarkan jumlah tanah yang hilang akibat erosi, tingkat bahaya erosi
pada suatu tempat dapat dikelompokkan seperti disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Tingkat bahaya erosi berdasarkan jumlah tanah
yang hilang
Dampak dari erosi adalah menipisnya lapisan permukaan tanah bagian atas, yang
akan menyebabkan menurunnnya kemampuan lahan (degradasi lahan). Akibat lain
dari erosi adalah menurunnya kemampuan tanah untuk meresapkan air (infiltrasi).
Penurunan kemampuan lahan meresapkan air ke dalam lapisan tanah akan
meningkatkan limpasan air permukaan yang akan mengakibatkan banjir di sungai.
Selain itu butiran tanah yang terangkut oleh aliran permukaan pada akhirnya
akan mengendap di sungai (sedimentasi) yang selanjutnya akibat tingginya
sedimentasi akan mengakibatkan pendangkalan sungai sehingga akan mempengaruhi
kelancaran jalur pelayaran.
Erosi dapat terjadi karena sebab alami atau disebabkan oleh aktivitas manusia.
Penyebab alami erosi antara lain adalah karakteristik hujan, kemiringan lereng,
tanaman penutup dan kemampuan tanah untuk menyerap dan melepas air ke dalam
lapisan tanah dangkal. Erosi yang disebabkan oleh aktivitas manusia umumnya
disebabkan oleh adanya penggundulan hutan, kegiatan pertambangan, perkebunan
dan perladangan. Menurut Verbist dkk (2009), faktor utama yang mempengaruhi
terjadinya erosi adalah curah hujan, sifat-sifat tanah, lereng, vegetasi dan
pengelolaan tanah.
a. Curah Hujan
Sifat curah hujan yang paling berpengaruh terhadap erosi adalah
intensitasnya. Meningkatnya intesitas curah hujan, mengakibatkan semakin
tingginya erosi. Intensitas curah hujan yang tinggi akan mempercepat proses
penghacuran dan pengangkutan agregat tanah. Hancurnya agregat tanah tersebut
dapat menyumbat pori-pori tanah yang menyebabkan air tidak dapat meresap ke
dalam tanah, sehingga berdampak pada meningkatnya limpasan permukaan.
Proses penghancuran tanah ('soil detachment') oleh curah hujan ditentukan
oleh energi kinetik yang dimiliki curah hujan tersebut. Semakin deras
intensitas curah hujan, semakin tinggi pula daya penghancurannya.
b. Sifat Tanah
Tanah merupakan faktor penting yang menentukan besarnya erosi yang terjadi.
Faktor-faktor tanah yang berpengaruh antara lain adalah (1) ketahanan tanah
terhadap daya rusak dari luar baik oleh pukulan air hujan maupun limpasan
permukaan, dan (2) kemampuan tanah untuk menyerap air hujan melalui perkolasi
dan infiltrasi.
Kepekaan atau ketahanan tanah terhadap erosi berbeda-beda sesuai dengan
sifat fisik dan kimia tanah. Perbedaan ketahanan ini umumnya dinyatakan dalam
nilai erodibilitas tanah. Menurut Utomo (1989) nilai erodibilitas suatu tanah
ditentukan oleh ketahanan tanah terhadap daya rusak dari luar dan kemampuan
tanah menyerap air (infiltrasi dan perkolasi). Ketahanan tanah menentukan mudah
tidaknya massa tanah dihancurkan, sedangkan infiltrasi dan perkolasi
mempengaruhi volume limpasan permukaan yang mengikis dan mengangkut hancuran
masa tanah. Semakin tinggi nilai erodibilitas tanah, semakin mudah tanah
tersebut tererosi. Secara umum tanah dengan debu yang tinggi, liat yang rendah
dan kandungan bahan organik sedikit mempunyai kepekaan erosi yang tinggi.
Sifat-sifat tanah yang penting pengaruhnya terhadap erosi adalah
kemampuannya untuk menginfiltrasikan air hujan yang jatuh serta ketahanannya
terhadap pengaruh pukulan butir-butir hujan dan aliran permukaan. Tanah dengan
agregat yang stabil akan lebih tahan terhadap pukulan air hujan dan bahaya
erosi. Kapasitas infiltrasi tanah sangat dinamis, dapat berubah atau diubah
oleh waktu atau pengolahan tanah.
Menurut Verbist dkk (2009), sifat-sifat tanah yang perlu diperhatikan adalah
sifat tanah yang mempengaruhi kepekaan terhadap erosi yaitu tekstur tanah,
bentuk dan kemantapan struktur tanah, kapasitas infiltrasi, permeabilitas tanah
dan kandungan bahan organik. Secara umum hubungan antara sifat tanah dengan
erosi adalah sebagai berikut:
- Tanah bertekstur pasir tidak peka terhadap erosi karena memiliki ukuran
partikel yang besar sehingga daya angkut aliran (erodibilitas) menjadi lebih
kecil. Sedangkan tanah dengan ukuran partikel lebih halus (lempung dan debu)
sangat mudah terangkut oleh aliran permukaan, apalagi jika kecepatan aliran
permukaan tinggi. Dengan demikian ukuran partikel tanah berpengaruh terhadap
proses pengangkutan sediment
- Tanah berstruktur mantap dengan bentuk struktur membulat (granuler,
remah, gumpal membulat) lebih tahan terhadap erosi karena mampu menyerap air
lebih banyak dan mengurangi limpasan permukaan.
- Tanah dengan kapasitas infiltrasi tinggi memiliki kepekaan terhadap erosi
yang lebih rendah daripada tanah dengan kapasitas infiltrasi rendah.
- Tanah yang kaya bahan organik lebih tahan terhadap erosi karena bahan
organik tersebut mempengaruhi tingkat kemantapan agregat.
C. Lereng
Besarnya erosi dipengaruhi oleh lereng. Erosi akan meningkat dengan
bertambahnya panjang lereng pada intensitas hujan tinggi, tetapi erosi akan
menurun dengan bertambahnya panjang lereng pada intensitas hujan yang rendah.
Unsur lain yang berpengaruh adalah konfigurasi, keseragaman, dan arah lereng.
Selain itu, bentuk lereng juga berpengaruh terhadap erosi. Semakin curam dan
panjang suatu lereng, maka erosi akan semakin tinggi. Hal ini terjadi karena
kecepatan aliran permukaan semakin meningkat, yang selanjutnya meningkatkan
daya angkutnya terhadap partikel tanah yang telah hancur.
Bentuk lereng dibedakan atas lereng lurus, lereng cembung, lereng cekung
dan lereng kompleks. Lereng lurus dicirikan oleh kemiringan yang seragam pada
seluruh bagian lereng. Lereng cembung semakin curam ke arah lereng bawah,
sedangkan lereng cekung semakin landai ke arah lereng bawah. Lereng yang cembung
umumnya tererosi lebih besar daripada lereng cekung. Perbedaan aspek lereng
menimbulkan perbedaan besarnya erosi yang terjadi karena perbedaan penyinaran
matahari dan kelembaban. Untuk daerah tropis, aspek lereng tidak terlalu
menyebabkan perbedaan erosi yang besar karena matahari berada hampir tegak
lurus dari permukaan.
d. Vegetasi
Keberadaan vegetasi akan mempengaruhi besarnya erosi yang terjadi. Pengaruh
vegetasi terhadap aliran permukaan dan erosi dapat dibagi menjadi 4 bagian,
yaitu: (a) intersepsi hujan oleh tajuk tanaman; (b) mempengaruhi kecepatan
aliran permukaan dan kekuatan perusak air; (c) pengaruh akar dan
kegiatan-kegiatan biologi yang berhubungan dengan pertumbuhan vegetatif dan
pengaruhnya terhadap porositas tanah; (d) transpirasi yang mengakibatkan
keringnya tanah.
Vegetasi menghalangi curah hujan yang jatuh, sehingga air hujan tidak jatuh
langsung di permukaan tanah, akibatnya daya penghancur air hujan berkurang.
Vegetasi juga dapat berfungsi untuk menghambat aliran permukaan dan memperbanyak
air terinfiltrasi. Penggunaan lahan yang paling efektif untuk mengurangi erosi
adalah hutan namun rumput-rumputanyang tumbuh rapat dapat berfungsi sama
efektifnya.
e. Pengelolaan Tanah
Pengelolaan tanah Manusia merupakan faktor penyebab utama terjadinya erosi.
Kegiatan alih guna lahan hutan menjadi lahan pertanian, dan kegiatan
pembangunan infrastruktur jalan atau pembangunan pemukiman tanpa mengindahkan
kaidah konservasi tanah dan air menyebabkan intensitas erosi semakin
meningkat.
D.
Bagaimana Pengelolaan Daerah Tangkapan Hujan
Menurut
Sugandhy (1999) dalam Anna S., 2001, jika dihubungkan dengan penataan ruang
wilayah, maka alokasi ruang dalam rangka menjaga dan memenuhi keberadaan air,
kawasan resapan air, kawasan pengamanan sumber air permukaan, kawasan
pengamanan mata air, maka minimal 30% dari luas wilayah harus diupayakan adanya
tutupan tegakan pohon yang dapat berupa hutan lindung, hutan produksi atau
tanaman keras, hutan wisata dan lain-lain.
Oleh karena
itu untuk pemeliharaan keseimbangan alamiah serta siklus air, maka vegetasi
hutan di daerah hulu menjadi sangat penting. Dipihak lainnya, keberadaan hutan
di daerah hulu sangat dominan dipengaruhi oleh pola – pola pemanfaatan lahan
(local spesific land uses) yang berhubungan dengan perilaku masyarakat,
sehingga kepentingan masyarakat juga harus dimasukkan sebagai faktor kunci
dalam kebijakan pengelolaan lahan hulu.
Pengalokasian sumber
daya sangat berkaitan erat dengan perencanaan pemanfaatan ruang, sehingga
perencanaan tata ruang yang baik berarti efisiensi pengalokasian sumberdaya
lahan untuk mengoptimalisasikan kepentingan penggunaan lahan. Sesuai dengan
posisinya DAS merupakan penghubung antar kawasan daratan di hulu dengan kawasan
pesisir. Sungai merupakan komponen penting dari suatu DAS yang memiliki potensi
manfaat (sebagai salah satu sumber air baku) sekaligus mampu mengakibatkan
banjir, sedimentasi maupun pembawa limbah lainnya.
Karena
sifatnya yang mengalir dari hulu ke hilir, maka dampak dari suatu kegiatan di
hulu akan juga dirasakan di hilir, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat
keterkaitan ekologis huluhilir dari suatu DAS. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
biasanya berangkat dari satu sisi yaitu bagaimana memanfaatkan dan mendapatkan
keuntungan dari adanya Daerah Aliran Sungai, namun dalam hal ini harus diingat
bahwa jika ada keuntungan berarti ada kerugian, oleh karena itu aspek
pengelolaan harus dilihat pada kedua aspek tersebut.
Aspek
pengelolaan sendiri haruslah memiliki tiga kriteria yaitu pemanfaatan,
pelestarian dan pengendalian. Aspek pemanfaatan yaitu bagaimana memanfaatkan
dan mendapatkan keuntungan dari adanya sumber daya air tanpa memikirkan
kerugian yang akan ditimbulkan. Sedangkan aspek pelestarian dapat dilakukan
agar aspek pemanfaatannya dapat berkelanjutan sehingga perlu upaya-upaya
pelestarian baik dari segi jumlah maupun segi kualitas.
Menjaga daerah
tangkapan hujan di daerah hulu maupun di daerah hilir merupakan salah satu
kegiatan pengelolaan, sehingga perbedaan debit pada musim kemarau dan musim hujan
tidak terlalu besar. Dan terakhir adalah aspek pengendalian dimana kita
menyadari bahwa selain pembawa manfaat sumberdaya air juga memiliki daya rusak
fisik maupun kimia. Badan air dalam hal ini sungai biasanya menjadi tempat
pembuangan barang yang tak terpakai maupun sebagai penampung akhir hasil erosi
lahan yang dapat berakibat terjadinya sedimentasi serta berakibat pada
terjadinya bencana banjir.
Pengelolaan Daerah
Aliran Sungai haruslah melihat ketiga aspek yang ada, karena jika salah satu
aspek ditiadakan maka akan berakibat tidak adanya kelestarian dalam pemanfaatan
bahkan dapat berakibat buruk. Jika kita tidak dapat mengelola Daerah Aliran
Sungai secara baik dan benar maka kita akan menerima akibatnya bahkan untuk
generasi yang akan datang. Sasaran dan tujuan utama dari sistem pengelolaan DAS
adalah untuk memaksimalkan keuntungan sosial ekonomi dari segala aktivitas
tataguna lahan di Daerah Aliran Sungai tersebut.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hidrologi atau tata air Daerah Tangkapan Hujan atau DAS adalah suatu keadaan
yang menggambarkan tentang keadaan kuantitas, kualitas dan kontinuitas aliran
menurut waktu dan tempat serta pengaruhnya terhadap kondisi DAS yang
bersangkutan.
Aspek-aspek
hidrologi DAS yaitu tanah, penutupan lahan, sedimentasi, dan erosi. Selain itu,
aspek hidrologi DAS yang lainnya adalah debit sungai dan curah hujan.
Keseluruhan aspek tersebut sangat mempengaruhi proses hidrologi dalam DAS
sehingga apabila terjadi gangguan pada salah satu aspek maka siklus/proses
hidrologi dalam DAS juga akan ikut terganggu.
B. Saran
Hidrologi
merupakan siklus yang penting dalam Daerah Aliran Sungai. oleh karena itu,
dalam pengelolaan DAS, pemerintah maupun stekholder lainnya harus memperhatikan
aspek-aspek hidrologi dalam DAS dan mengutamanakan konservasi sehingga
siklus/proses hidrologi yang terjadi dalam DAS tidak terganggu atau dapat
berlangsung sebagaimana mestinya.
DAFTAR PUSTAKA
Nugroho, S.P., 2005. Analisis dan Evaluasi Kerusakan
Lahan Di Daerah Aliran Sungai DanauTondano, Provinsi Sulawesi Utara. Jurnal
Alami, Vol 10 Nomor 1 Tahun 2005.
Suripin, 2000. Konservasi Tanah dan Air.
Universitas Diponegoro, Semarang.
https://reynandorico.blogspot.co.id/2018/04/pengelolaan-daerah-tangkapan-hujan.html
Setyowati, D.L., 2008. Pemodelan Ketersediaan Air
untuk Perencanaan Pengendalian Banjir KaliBlorong Kabupaten Kendal.
Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang.
Kusumadewi, dkk., 2012. Arahan Spasial Teknologi
Drainase Untuk Mereduksi Genangan Di SubDaerah Aliran Sungai Watu Bagian Hilir.
Jurnal Teknik Pengairan, Volume 3, Nomor 2,Desember 2012, hlm
258–276.Verbist, dkk., 2009. Monitoring air daerah aliran sungai.
World Agroforestry Centre ICRAF Asia Tenggara. Bogor.
Indonesia.
Widyaningsih, I.W., 2008. Pengaruh Perubahan Tata
Guna Lahan Di Sub DAS Keduang Ditinjau dariAspek Hidrologi. Program
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.